Katanya, masa-masa remaja adalah saat dimana mereka sedang bebas berpetualang mencari jati diri. Mereka dibiarkan melihat, mendengar dan mengamati apa-apa yang mereka lihat, dengar, dan amati sehari-hari. Saluran televisi, media sosial, dan lingkungan sekitarnya adalah ruang lingkup mereka dalam menemukan diri mereka yang sesungguhnya, yang pada akhirnya berperan penting dalam menciptakan role model versi masing-masing.
Seolah tempat mereka untuk menemukan jati diri sangat terbatas pada lingkup itu-itu saja. Padahal, orang tua punya peran paling besar dalam mengarahkan anak-anak remaja mereka, ke mana seharusnya mereka ‘berpetualang’ dalam pencarian jati diri. Aku selalu miris melihat channel berita yang selalu gempar menayangkan kasus-kasus remaja akibat kesalahan dalam pencarian jati diri. Karena yang mereka lihat sehari-hari, yang mereka dengar, yang mereka pelajari, pasti akan tertanam kuat dalam benak, dan ngga menutup kemungkinan mereka akan meniru hal-hal tersebut.
Saat dunia remaja sedang dihebohkan dengan tayangan sinetron yang mem-framing bahwa anak muda keren adalah mereka yang mempunyai motor ninja plus bisa berkelahi di jalanan, kita ngga sadar bahwa betapa banyak dari mereka yang sudah terhipnotis. Ngga sedikit kasus-kasus yang muncul akibat dari menonton sinetron tersebut. Miris, sedih, dan geram. Kenapa sih masih banyak banget orang yang hanya mementingkan rating dan secara ngga langsung memundurkan kualitas anak muda?
Saat hari-hariku dipenuhi dengan berbagai macam berita negatif itu, ternyata di luar sana, ada seorang anak berumur 5 tahun yang menghabiskan waktunya bukan untuk bermain sampai sore, merengek minta ini-itu, dan hal-hal yang dilakukan anak umur 5 tahun pada umumnya. Tapi, waktunya tersita untuk bermanjaan bersama Sang Pencipta. Anak sekecil itu sudah bisa istiqomah untuk sholat tahajud, dhuha, sedekah, tilawah, dan ibadah lainnya. Dulu, saat aku umur 5 tahun, mungkin untuk sholat wajib aja belum terpikirkan.
Dan yang lebih membuat aku merinding adalah, saat ditanya apa cita-citanya, anak itu menjawab kalau dia ingin menjadi seperti Abu Bakar ash-Shiddiq. That’s a very cool goals i’ve ever heard, men!
Ibunya bilang, saat anaknya sudah berusia 3 tahun, beliau selalu menceritakan kisah-kisah sahabat Nabi sebelum tidur, sampai si anak berumur 5 tahun. Masyaa Allah..
Bahkan anak itu sudah bisa menemukan jati diri dan role modelnya di usia semuda itu. How about me yang bahkan masih sedikit sekali mengenal sang kekasih sejati, Rasulullah SAW?
Yaa, jadi begitu. Segala yang terjadi akhirnya ngebuat aku banyak berpikir dan belajar. (edisi bingung bikin kesimpulan, simpulin aja masing-masing yak)