Hidup ini, Allah yang menentukan; kita yang menjalankan; dan orang lain yang ngomentarin. Betul ngga?
Pengen ngebahas tentang people jaman now yang kerjaannya suka nyinyir sana-sini. Yang asal ngomong tanpa mikir. Akhirnya banyak luka yang terukir.
Awalnya karena pembinaan beasiswa tadi. Kami sempet ngebahas tentang lingkungan yang ngga pernah mendukung apapun yang kita lakuin. Misalnya, kita pengen nge-improve skill bahasa inggris dengan cara ngomong bahasa inggris di suatu waktu. Tapi selalu ada yang nyinyir; “ih apaan sih sok inggris” atau “elah, bahasa inggris masih belepotan kaya gitu.” and so on. Kita jadi takut, dan akhirnya jadi sulit berkembang.
Cuma karena satu kalimat doang, men!
Atau contoh lain. Temen satu timku di salah satu official accountkemuslimahan ngedesain poster buat konten hari ini. Setelah sekian detik dipost, komentar pertama pun muncul. Dan komentarnya adalah komentar nyinyir. Refleks temenku langsung ngomel, “Dikira desain kek gini gampang? Lu aja deh yang desain.”
Wkwkwk. I do really know that feel.
But over all, aku sangat tau kalau kita harus menyikapi dengan bijak. Kita emang ngga bisa menghindari komentar-komentar semacam itu, tapi kita bisa memilih buat ngga peduli dan terus berkembang; while they are busy with all of their nyinyir comments.
Jadi, yang harus kita lakuin adalah mengubah cara pandang. Definisi lingkungan yang selama ini kita tau adalah orang-orang sekitar atau apapun yang ada di sekitar. But, the real environment is our perception! Biarlah orang berkata apa. Karena lingkungan kita adalah persepsi kita sendiri.
Gawat banget kan, kalau misalnya orang lain berkomentar tentang apa yang kita lakukan, terus kita jadi takut untuk mengembangkan diri.
Guys, fyi, that’s the natural ways of human expression.
Saat orang-orang sekitar merasa takut akan suatu hal, mereka kebanyakan cuma punya dua pilihan: lari atau mengejek.
Oleh karenanya, make our own environment. Bodo amat, deh, mereka mau nyinyir model gimanapun. Yang penting kita bisa terus ngembangin skill dan performance kita. Iya, ngga?