Hujan terus-terusan turun di Bandung akhir-akhir ini. Kadang pagi buta udah mulai gerimis, dilanjut hujan besar sampai sebelum siang. Kadang dimulai dari sore selepas Ashar, diiringi suara petir yang cukup untuk menggetarkan kasur. Media sosial sempat heboh dengan berita pohon tumbang yang mengenai sebuah mobil, sampai kemacetan di beberapa titik di Bandung. Bahkan temenku yang biasa ke kampus cuma 30 menit dengan motornya, waktu itu sampai dua jam perjalanan!
Pagi itu, selepas shubuh, terdengar suara yang tidak asing mengetuk jendela. Jarang-jarang pagi buta udah hujan. Saat itu aku udah berencana naik bus dari kampus bandung, tapi jadinya diantar Ayah sampai kampus jatinangor karena sekalian ada urusan. Tapi coy, dikira cuma gerimis kecil. Tapi lama-lama hujannya makin besar, plus macet parah. Sampai temenku yang naik bus (yang ngga lewat tol) berangkat dari jam 6 pagi dan sampai kampus jam 9 kurang. Macet parah kayak gini emang ngga begitu sering sih. Mungkin karena waktu itu hari senin dan lagi hujan besar, plus di beberapa titik ada banjir.
Padahal, hujan itu anugerah. Saat hujan, doa-doa semakin mudah dikabulkan, seperti sabda Rasulullah SAW, bahwa salah satu mustajabnya doa adalah saat hujan turun. Disebutkan juga dalam surat An-Nahl: 10-11 bahwa Allah menurunkan hujan untuk umat manusia agar bisa dijadikan minuman, menyuburkan tumbuhan, dan lain-lainnya.
Iya, harusnya selepas hujan yang turun membasahi bumi, aku ngga mendengar tentang bencana yang timbul akibatnya. Aku selalu ngerasa kesel sama orang-orang, yang ngga tau malu, buang sampah di sungai. Bahkan ngga cuma sampah-sampah kecil biasa, dosenku cerita, dia pernah ngeliat sungai yang udah bisa ‘beli kebutuhan rumah tangganya sendiri’, kayak kulkas, mesin cuci, lemari, de-el-el. Ngga tau aku harus ketawa atau nangis.
Oh, karena aku akhir-akhir ini suka banget memandang pohon, aku jadi kepikiran tentang lahan-lahan pembangunan, yang awalnya adalah tempat hidup pohon. Saat aku ke Cikarang, mataku ngga lepas dari banyaknya kegiatan pembangunan. Miris banget liat populasi pohon yang udah mulai jarang. Kalau diliat dari catatan Kementrian Kehutanan, sedikitnya 1,1 juta hektar (sekitar 2%) hutan di Indonesia menyusut tiap tahun (WWF Indonesia). Kebayang ngga sih udah banyak banget pohon yang ditebang?
Aku cukup kesel aja ngeliat iklan berbagai pembangunan yang super mewah dan lebay. Terus akhirnya banyak pesaing yang muncul buat ikut-ikutan. Gimana sumberdaya alam mau berkelanjutan dan dinikmati anak-cucu, sebagaimana yang biasa aku denger di kuliah-kuliah umum dan artikel-artikel online?
Dan, aku bener-bener mengapresiasi komunitas yang concern di bidang lingkungan dan keberlanjutan sumberdaya alam. Sedih juga sih, kontribusiku masih sekecil butiran debu. Tapi aku yakin, suatu hari nanti orang-orang akan sadar bahwa keserakahan ngga membuahkan apa-apa selain malapetaka.
Iya, sekali lagi, hujan itu anugerah. Bencana yang timbul setelahnya adalah ulah kita sendiri. Dan, jangan lupa untuk banyak-banyak berdoa ya, terutama saat hujan. Doanya yang baik-baik. Ngedoain skripsiku cepet beres, misalnya. He.
Last but not least, nyanyi bareng-bareng, yuk!
Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Sayang, engkau tak duduk di sampingku kawan
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
Di tanah kering berbatuan
Sayang, engkau tak duduk di sampingku kawan
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
Di tanah kering berbatuan
Tubuh ku terguncang di hempas batu jalanan
Hati tergetar menampak kering rerumputan
Perjalan ini pun seperti jadi saksi
Gembala kecil menangis sedih
Hati tergetar menampak kering rerumputan
Perjalan ini pun seperti jadi saksi
Gembala kecil menangis sedih
Kawan coba dengar apa jawabnya
Ketika ia ku tanya “Mengapa?”
Bapak ibunya telah lama mati
Ditelan bencana tanah ini
Ketika ia ku tanya “Mengapa?”
Bapak ibunya telah lama mati
Ditelan bencana tanah ini
Sesampainya di laut ku khabarkan semuanya
Kepada karang, kepada ombak, kepada matahari
Tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit
Kepada karang, kepada ombak, kepada matahari
Tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit
Barangkali di sana ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana
Mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang
(Ebiet G. Ade, Berita Kepada Kawan)
0 Komentar
Please kindly share your thoughts about my post below here!