Sang fotografer berteriak: "Ayo yang lebih ceria dong, masa udah ditraktir tapi masih lesu?"


Pernah suatu kali, kami sarapan bareng-bareng di ruang tengah. Waktu itu hari minggu, udah pasti sebagian dari kami menghabiskan waktu pagi di asrama. Pergi ke kampus di Jatinangorpun rasanya adalah hal yang mengerikan di hari minggu. Fyi, kampus Unpad ngga cuma di Bandung, tapi ada juga yang berlokasi di Jatinangor, Sumedang. Butuh waktu satu-dua jam dengan bus kota seharga Rp 10.000,-. Itulah kenapa kami selalu mengolok-olok mereka yang menghabiskan hari minggunya di kampus Jatinangor.

"Ngapain ke nangor?"
"Dih ngga level banget ke nangor."
"Makanya gabung anti nangor-nangor club, dong."

Ya begitulah, padahal besoknya kami semua mau ngga mau harus ke nangor juga.

Sarapan pagi di hari minggu jadi salah satu aktivitas yang paling ramai di asrama. Kami bergantian mengantri untuk dapat giliran memasak. Dan jika giliran itu tiba pada tim pecinta pedas level olimpiade, maka seluruh penghuni asrama akan terjangkit dua penyakit secara bersamaan: batuk dan bersin tanpa henti. Coba bayangin, cabai yang mereka pakai selalu ngga kira-kira, dan masakannya pasti ditumis dengan minyak panas. Boom! Sepuluh detik kemudian akan ada satu orang yang bersin, dan diikuti yang lainnya. Kemudian yang memasak akan cengengesan sendiri di dalam dapur sambil meminta maaf yang ngga ada gunanya.

Tapi pada akhirnya kami akan sarapan bersama-sama. Yang terakhir bangun pasti selalu dapat jatah nasi terakhir, dan memasang wajah memelas agar bisa menghabiskan semua nasinya. Beberapa dari kami kadang ngga punya bahan masakan apa-apa, tapi kemudian ikut makan bersama dengan berbagai macam lauk hasil memalak.

Kalau suasana lagi sepi, ngga ada bahan obrolan, biasanya salah seorang di antara kami tiba-tiba berceletuk, "Eh, nonton film, yuk!"

Kemudian disahut anggukan setuju oleh yang lainnya, dan kami akan memilih satu orang yang akan dikorbankan laptopnya. Biasanya yang layar dan suaranya lebih besar yang dipilih, dan laptopku ngga pernah masuk ke dalam list. Ya, notebook 11 inchi mah apa atuh. Fyi, TV di asrama udah ngga berfungsi lagi. Kalau dihubungkan dengan laptoppun akan percuma karena akhirnya film yang kami tonton seperti Smurf. Dengan kata lain, layar TV nya sudah kebiru-biruan.

Genre film yang akan kami tonton ngga jauh-jauh dari Thriller atau Horror. Durasinya bisa memakan waktu sampai dua jam, sedangkan butuh waktu paling lama 15 menit untuk kami makan. Coba bayangin, saat layar laptop udah siap dengan opening filmnya, makanan kami otomatis sudah habis. Tapi, kami ngga kehabisan akal. Lauk dan nasi di rice cooker yang masih banyak bisa menjadi salah satu alasan kami untuk melanjutkan makan. Kalau makanan udah benar-benar habis, kami masih akan menyimpan piring di depan kami seolah-olah kami belum selesai makan. 

Ternyata ngga cukup waktu dua jam. Kami masih melanjutkan diskusi setelah filmya selesai. Satu jam kemudian, akan ada satu orang yang beranjak mencuci piring, dan diikuti yang lainnya. Kira-kira jam 11 aktivitas pagi hari di asrama berakhir. Kalau udah gitu, kami akan berebut siapa yang akan duluan mandi. Sampai masuk waktu dzhuhur, kami juga akan berebut menunjuk-nunjuk siapa yang akan menjadi imam. Selepas dzhuhur, kami akan sibuk di kamar masing-masing untuk mengerjakan tugas kampus.

Sesaat memang suasananya berubah hening, tapi ngga lama kemudian pasti kami akan mendengar beberapa kali suara teriakan yang bersahut-sahutan antar kamar.

"Woy, deadline tugasku jam 3 tapi aku belum ngerjain apa-apa!"
"Besok senin coy! Ah, ke nangor lagi, deh."
"Gimana aku yang besok ada ujian? HAH?"

dan lain-lain.

Iya, untuk mengurangi stress, kami melakukan paduan suara seperti itu.