Sore itu, lewat jendela damri, aku bisa melihat rintik hujan mulai turun. Aku menghela nafas sesaat karena teringat payung di rumah yang sengaja aku tinggal. Saat itu sudah hampir tiba waktu maghrib. Ojek online pasti akan mematok harga dua kali lipat. Setelah pergulatan panjang, akhirnya aku memutuskan untuk turun di halte terakhir dan melanjutkan perjalanan dengan angkot.
Jalanan ramai lancar, tapi sepuluh menit sudah berlalu saat angkot belum juga muncul. Pohon besar di samping halte aku jadikan tempat berteduh. Untuk kesekian kali, aku menghela nafas kasar sambil menendang tanah yang aku pijak.
Kemudian, angkot muncul, sedikit berdesakan. Setelah duduk, tiba-tiba sekelebat kejadian hari itu terputar di otak bagai film dokumenter. Mulai dari kegiatan penelitian yang ngga ada habisnya, kepala kepentok besi saat ngga sengaja tertidur di bus, dan kehujanan menunggu angkot yang cukup lama.
“Kayanya hari ini aku sial banget,” gumamku, setelah beberapa saat aku selesai mengabsen satu persatu kesialanku hari itu.
Tapi, seketika aku tersentak, tersadar akan satu hal. Iya, hal yang seharusnya lebih menyita perhatianku: bersyukur.
Benar juga. Daripada sibuk mengabsen beribu kesialan yang aku alami hari itu, lebih baik mencari satu-dua hal yang membuat aku bersyukur. Dan pada akhirnya, aku akan menemukan ribuan hal yang bisa disyukuri.
Safa,
1 Januari 2019