sumber: google images

Saat itu aku berumur 6 tahun, baru masuk SD. Kompleks perumahanku belum seramai sekarang, baru ada sekitar 5 atau 6 rumah yang mengisi lahan kosong. Di malam hari, kendaraan sangat jarang melintas. Alhasil suasana malam di kompleks ini terlihat menyeramkan, ditambah lampu jalanan belum sebanyak sekarang.

Aku punya banyak teman seumuranku, tapi sayangnya semua laki-laki. Aku ngga ingat apa yang aku lakuin bareng teteh dan adek saat itu, karena aku lebih ingat saat-saat aku dan tetanggaku bermain.

Karena aku satu-satunya perempuan, aku jadi yang lebih mendominasi. Bukan, kami bukan suka bermain suami-suami takut istri. Tapi karena mereka lebih sering bermain di rumahku. Alasannya cuma satu: karena aku punya PS2. Iya, satu-satunya rumah yang ada PS2 di dalamnya, yang penghuninya anak perempuan semua.

Permainan yang paling sering kami mainin adalah Super Mario Bross. Biasanya kami akan bermain sampai sore, ditemani indomie rebus bikinan almarhumah ibu. Tapi, ada saat dimana kami melakukan hal konyol. Ini terjadi karena PS2nya udah menginjak usia tua tanpa pernah mengalami perawatan.

Suatu hari, gamenya nge-load lama banget. Cuma ada layar hitam dan pantulan bayangan kami yang duduk menunggu dengan penuh harap. Jangan bayangin ada pantulan tambahan ya, paling itu cuma angin lewat. Oke, karena terlalu lama, tiba-tiba muncul sebuah ide cukup konyol di kepalaku.

"Eh, ayo kita sembunyi di belakang kursi. Mungkin gamenya malu kita liatin terus," celetukku tiba-tiba

Dengan wajah polos, mereka mengangguk antusias dan mengikuti langkahku ke belakang kursi. Kami mulai menghitung sampai sepuluh. Dan, tadaaa! Layar hitam tadi berubah menjadi opening Super Mario Bross. Begitulah polosnya dunia kanak-kanak. Padahal yang kami lakuin sama sekali ngga ada pengaruhnya.

Ngga berapa lama, aku harus menyimpan PS2 di museum, alias gudang. Tapi karena itu, kami jadi lebih sering bermain di luar. Polisi-polisian, buaya-buayaan, main sepeda sambil hujan-hujanan, ngobrol ngga jelas di pelataran masjid, dan lainnya. Yang jelas, aku belajar banyak hal dari masa kecilku, salah satunya, bahwa kebersamaan seperti itu yang akan mengeratkan hubungan. Tanpa gangguan smartphone seperti sekarang, yang udah jelas bisa menjauhkan yang dekat. Yang menjauhkan anak-anak dari fasenya.